Cerita Dimulai......
Di sebuah desa kecil di Manggarai Timur, hidup seorang gadis cantik bernama enu Magdalena. Senyumnya mampu menerangi hati siapa pun yang melihatnya, termasuk hati Victor, pemuda tampan gagah yang bekerja sebagai petani.
Victor dan Magdalena telah lama saling menyayangi, namun cinta mereka harus menghadapi tantangan besar yaitu belis. Belis, atau mahar pernikahan, adalah tradisi yang sangat dihormati oleh masyarakat Manggarai.
Nilai belis mencerminkan penghargaan dan komitmen seorang pria terhadap keluarganya dan keluarga calon istrinya. Namun, belis untuk Enu Magdalena bukanlah belis biasa.
Ayah Magdalena seorang tokoh terpandang di desa, menetapkan belis yang sangat tinggi, berharap bahwa pria yang menikahi putrinya akan mampu memberikan kehidupan yang layak dan penuh kemakmuran.
Victor merasa bimbang. Ia sangat mencintai Magdalena, tetapi belis yang diminta terlalu mahal untuknya. Meskipun ia bekerja keras setiap hari di sawah dan ladang, penghasilannya tidak cukup untuk memenuhi permintaan tersebut.
Suatu sore, ketika matahari mulai tenggelam balik bukit, Victor mengajak Magdalena berjalan di tepian sungai. Mereka duduk di bawah pohon besar, tempat favorit mereka.
Magdalena menyadari kesedihan di wajah Victor dan bertanya dengan lembut, "Ada apa, Victor? Kau terlihat sangat gelisah." Victor menghela nafas panjang.
“Enu, aku mencintaimu lebih dari apa pun di dunia ini. Tetapi belis yang kraeng tua minta sangat tinggi. Aku tidak tahu bagaimana cara memenuhi permintaan itu." Air mata Magdalena mulai mengalir.
"Aku juga mencintaimu, Victor. Aku tidak peduli dengan belis. Aku hanya ingin bersamamu." Namun , tradisi tidak bisa diabaikan begitu saja. Victor tahu bahwa tanpa belis, mereka tidak akan pernah bisa menikah.
"Magdalena, aku telah mencoba segalanya. Aku bahkan telah berbicara dengan saudara-saudaraku di kota untuk meminjam uang, tetapi hasilnya nihil. Aku tidak bisa membiarkan keluargamu merasa dihina atau dianggap rendah karena aku tidak mampu membayar belis."
Magdalena menggenggam tangan Victor erat-erat, berharap dapat memberikan kekuatan padanya.
“Apa yang akan kita lakukan? Apakah kita menyerah pada cinta kita hanya karena tradisi?" Victor menunduk, menahan air matanya.
"Aku tidak ingin menyerah, tetapi aku juga tidak ingin membiarkanmu hidup dalam ketidakpastian dan kesulitan. Mungkin ini adalah ujian bagi kita."
Hari demi hari berlalu, Victor semakin putus asa. Kabar mengenai belis yang tinggi dan ketidakmampuan Victor untuk memenuhinya mulai tersebar di desa. Beberapa orang merasa kasihan, sementara yang lain menganggap itu sebagai hal yang wajar.
Suatu malam, Victor mengunjungi rumah Magdalena untuk berbicara dengan ayahnya. Dengan penuh hormat, ia mengutarakan niatnya untuk menikahi Magdalena dan mengakui kesulitannya dalam memenuhi belis yang diminta.
Ayah Magdalena mendengarkan dengan seksama, kemudian berkata, "Victor, aku menghargai kejujuranmu dan cintamu pada anakku Magdalena. Namun, belis adalah bagian dari tradisi kita. Aku tidak bisa mengubah keputusan ini begitu saja." Victor mengangguk dengan berat hati.
"Aku mengerti, Pak. Aku akan terus berusaha. Jika memang jodoh, semoga suatu saat aku bisa memenuhi permintaan ini." Setelah pertemuan itu, Victor memutuskan untuk merantau ke kota besar demi mencari pekerjaan yang lebih baik.
Ia berjanji pada Magdalena bahwa ia akan kembali, membawa belis yang cukup untuk meminangnya. Magdalena menunggu dengan setia, meskipun hatinya penuh dengan kerinduan dan kekhawatiran.
Bulan berganti tahun, namun kabar dari Victor sangat jarang. Hanya surat-surat pendek yang memberitahu bahwa ia baik-baik saja dan masih berjuang untuk impian mereka. Akhirnya, setelah tiga tahun, Victor kembali ke desa. Ia telah bekerja keras dan berhasil mengumpulkan belis yang diminta.
Dengan penuh sukacita, ia datang ke rumah Magdalena dan menyampaikan niatnya untuk melamar sekali lagi. Ayah Magdalena tersenyum dan berkata, "Victor, kau telah membuktikan cintamu dan kesungguhanmu. Aku memberkati pernikahan kalian."
Hari itu menjadi hari yang paling bahagia bagi Magdalena dan Victor. Mereka menikah dengan penuh sukacita, disaksikan oleh seluruh masyarakat desa.
Cinta mereka yang kuat mampu mengatasi segala rintangan, termasuk belis yang mahal. Bagi mereka, cinta sejati selalu menemukan jalannya. ***
Note: Cerita ini memberikan pelajaran penting bagi kita orang Manggarai. Bahwa adat adalah hal yang pertama diperhatikan dalam setiap mengambil langkah. Termasuk soal hidup berkeluarga.
Komentar
Posting Komentar