Menulis Untuk Mengapresiasi Diri Sendiri




Setiap kali menulis, saya selalu memikirkan efek yang akan berdampak dari tulisan saya. Itulah alasan kenapa saya hanya mengangkat fakta-fakta yang sering terjadi di lingkungan masyarakat.

Bukan semata-mata saya sok jago nulis. Tapi nyatanya, menulis adalah membahasakan yang tidak sempat diucapkan. Kepala kita terlalu kecil untuk menyimpan data dan memori kehidupan yang banyak.

Maka, lewat tulisan, saya selalu membuka memori-memori itu, menuangkan pada kata demi kata, kalimat demi kalimat, sehingga membentuk satu kesatuan yang utuh.

Menulis adalah bagian dari diri saya. Ia seperti padi, yang tumbuh dengan sendirinya lalu berisi dengan banyaknya. Begitulah awal mula belajar nulis.

Satu dua kali awal menulis, saya belum merasa sempurna, tiga kali hingga seterusnya pun saya rasa begitu. Namun, dari kesalahan di setiap part itu, saya menemukan kebaikan menuju kesempurnaan.

Saya tidak pernah berfikir tentang tepuk tangan ataupun apresiasi. Karena menulis adalah sunyi, tanpa hal semacam itu pun, jari tangan tetap menari.

Apresiasi dalam hal menulis menurut saya adalah semacam dilema. Bahwa apakah tulisan itu berdampak atau tidak, karena banyak jenis apresiasi.

Jika kalian melihat beberapa tulisan yang saya tuangkan, data pada isi tulisan selalu menjadi hiruk-pikuk di tengah masyarakat.

Saya mau tulisan itu punya nilai. Punya makna meski tidak sempat dimengerti banyak orang. Selain itu, mengangkat isu keresahan masyarakat juga menjadi minat saya.

Dulu, awal-awal menulis, senang sekali jika bisa dipublikasi lewat media seperti sekarang ini. Menjadi kehormatan bagi diri sendiri.

Seiring berjalannya waktu, menulis sudah menjadi sarapan pagi. Satu dua kalimat pasti diangkat. Apalagi terdapat keresahan yang sampai di telinga.

Menurut Joko Pinurbo yang adalah Penulis terkenal Indonesia, menulis itu seperti menabung. Ia menegaskan untuk mengumpulkan ide, gagasan, pengalaman lalu diolah menjadi karya.

Sosok yang kerap dikenal dengan sapaan Jokpin itu juga menyebut bahwa menulis adalah kerja abadi. Proses menulis adalah perjalanan panjang yang membutuhkan kesabaran.

Maka dengan itu, saya mau membangun dunia menulis dengan fakta yang ada. Keaslian adalah segalanya. Tidak perlu dimanis-maniskan.

Di akhir tulisan ini, saya mau mengajak teman-teman untuk menekuni bidang atau skil yang bisa dikuasai. Saya tidak sedang memaksa teman-teman bergelut di dunia nulis.

Tapi, saya tahu, teman-teman juga punya skil untuk hal lain. Ciptakan skil itu. Dorong agar bisa diasah jadi tajam. Suatu waktu pasti akan memberi apresiasi kepada diri kita sendiri. 

Meski lama, setidaknya, dalam ketekunan kita tumbuh pelan-pelan untuk berupaya lebih baik. Itu saja dari saya. Salam.

Komentar