Narasi Gelisah Pembangunan Puskesmas Mok: Gatal di Kaki Garuk di Kepala




Mok. Begitu namanya. Nama salah satu kampung di Kecamatan Kota Komba Kabupaten Manggarai Timur, Flores NTT.

Nama kampung itu kian meroket. Bukan hanya kisah heroik tentang rakyat mempertahankan sejarah. Tetapi karena tanah leluhur "Mok" itu sendiri.

Tetapi menyebut Mok, tak luput dari memori yang pernah pahat beberapa waktu lalu. Tanggalnya saya lupa, sebut saja tanggal keramat.

"Mok itu warisan sejarah yang telah menghakimi harkat dan martabat rakyat jelata yang menyandarkan hidupnya pada perjuangan pendahulu".

Saya kira pernyataan di atas menjadi tombak dan tameng coretan ini saya publikasikan.

Kita mulai cerita soal kebijakan Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai Timur yang ingin segera membangun Puskesmas Mok di Desa Rana Kolong.

Kebijakan ini nyatanya ditolak keras oleh warga Mbengan. Terlebih khusus di daerah PUSPAR (Pusat Paroki) Mok.

Bagaimana tidak dipermasalahkan, pembangunan di Rana Kolong namun membawa nama Mok yang notabene di Desa Mbengan.

Kira-kira bagaimana olah rasa pembaca atas data di atas? Seperti gatal di kaki garuk di kepala bukan.

Atas dasar itulah warga Mok mendatangi Dinkes Matim untuk meminta jalan keluar. Kira-kira bagaimana baiknya.

Proses meminta pendapat ini nyatanya tak sesuai harapan warga. Yang ada hanya sakit hati menusuk sukma.

Pernyataan Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai Timur, Pranata Kristiani Agas alias Ani Agas dinilai telah melukai hati Masyarakat Mbengan.

Kata dia, lokasi Puskesmas Mok tidak layak karena berada di kemiringan, berdekatan dengan DAS. Selain itu, ukuran wilayahnya tidak pas.

Alasan kotor semacam ini rasanya seperti pisau tajam. Apalagi tanpa koordinasi lebih dalam atau observasi tempat dulu kan.

Huh! Apes. Dialog dengan Dinkes Matim rasanya tak lagi menyejukkan. Kedatangan warga bermaksud baik. Namun tidak membuahkan hasil.

Apalagi ditambah pengakuan salah satu tokoh warga Mok, Yohan Tangi yang menyebut bahwa mereka betul-betul di adudomba. Padahal hubungan dengan desa tetangga selama ini baik-baik saja.

Dinkes Matim di hari itu menampilkan wajah buram. Memilukan. Mekanisme yang kotor. Tak baik dipakai.

Karena pada dasarnya, nama Mok sendiri tidak bisa di bawa kemana-mana kecuali di lingkup Desa Mbengan.

Mok itu memiliki makna sejarah yang tidak bisa diutak-atik untuk kepentingan pembangunan di luar wilayah desa Mbengan.

Dinkes Matim tetap ngotot. Meskipun Yuvens Tongkang, seorang Politisi dapil Borong-Ranamese sempat memberi saran kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai Timur agar terus menerus membangun komunikasi dan pendekatan dengan masyarakat.

Saat gelar audiens di Kantor DPRD Matim, yang menghadirkan Pemda, DPRD dan Masyarakat Mok, Yuvens berpendapat bahwa pembangunan jadi tidak berguna jika terdapat keresahan antar masyarakat.

Ia meminta, pihak Dinkes turun ke lokasi (Kampung Mok Desa Mbengan) untuk berdiskusi mencari jalan terbaik.

Namun Pihak Dinkes tak kunjung melakukan diskusi dan sosialisasi di Kampung Mok, Desa Mbengan.

Masyarakat Mok, Desa Mbengan hingga kini bersikukuh menolak pembangunan Puskesmas Mok di Desa Rana Kolong.

Apalagi menurunkan status Puskesmas lama Mok menjadi Puskesmas pembantu.

Dalam sebuah pernyataan sikap yang salinannya dikutip dari Suara Buruh, alasan penolakan tersebut antara lain yakni;

1. Perjuangan misionaris, tokoh adat dan tokoh masyarakat desa Mbengan sejak awal berdirinya balai pengobatan dinilai tidak dihargai oleh pemerintah saat ini.

2. Warga telah memberikan dukungan moril maupun materil (sumbangan spontanitas) berupa uang, material/bahan bangunan, serta tenaga secara sukarela guna mendukung pelaksanaan kegiatan akreditasi.

3. Adanya indikasi tindakan diskriminasi wilayah, pemerintah desa serta warga desa Mbengan karena seluruh proses seperti AMDAL, survey dan lain-lain sebagai salah satu persyaratan pembangunan gedung afirmasi, sampai detik ini tidak ada kordinasi ataupun sosialisasi, baik kepada Kepala Desa Mbengan maupun warga desa Mbengan. Kesimpulan kami, dinas terkait mengambil keputusan sepihak.

4. Adanya kejanggalan dalam penetapan pembangunan gedung afirmasi di Desa Ranakolong yakni: Sejak berdirinya tahun 1988 sampai 2022 (34 tahun) dengan tahapan status: Balai Pengobatan (BP), Pustu, Puskesmas yang berkaitan dengan topografi, luas tanah dan DAS tidak layak di Puskesmas Mok Desa Mbengan.

Bagaimana Puskesmas lain seperti Puskesmas Tilir dan Puskesmas Ketang menjadi layak?

5. Setelah melakukan croschek dan pengukuran ulang, masih tersedia lahan kosong dengan ukuran 53 x 80 Meter dari ukuran seluruhnya 71 x 122 M yang terletak di lokasi Puskesmas Mok, Desa Mbengan sebagai Puskesmas induk.

Ia menambahkan, apabila pembangunan tersebut tetap dipaksakan, maka tidak diperkenankan dan atau tidak diperbolehkan menggunakan nama Mok, karena nama tersebut mempunyai hak paten yang hanya digunakan dalam wilayah administrasi desa Mbengan.

Selain itu, masyarakat desa Mbengan bersepakat jika tanah di puskesmas Mok tidak memenuhi kriteria, maka warga desa Mbengan bersedia menyediakan lahan baru untuk pembangunan gedung Puskesmas Afirmasi ataupun sejenisnya.

Menurut mereka, program afirmasi hadir di Puskesmas Mok merupakan salah satu bentuk kemajuan atau keberhasilan kinerja Puskesmas induk.

Penempatan gedung afirmasi yang ditetapkan Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai Timur di Ranakolong adalah gejala awal yang dipolitisir oleh suatu gerakan untuk mencaplok puskesmas Mok dan Mbengan agar jatuh ke desa lain.

Meskipun penolakan itu dilaksanakan, Pemda dan Dinkes Matim tetap bersikeras untuk membangun Puskesmas Mok meskipun di daerah Ranakolong.

Dan di ujung tulisan kenangan yang terbatas ini kudaraskan seutas doa. Agar kesatuan masyarakat Mok dalam mempertahankan tanah pusaka turunan tetap terjaga hingga nanti. ***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Terungkap, Mahasiswi di Ruteng Gantung Diri karena Putus Cinta, Tinggalkan Wasiat dalam Buku Diary

KISAH CINTA PAULUS: SOPIR OTO KOL RUTENG-ELAR