Sudut Kota Tak Berlampu


  

Tidak terasa sudah malam minggu lagi. Bicara soal malam, berbahagialah mereka yang tidak sempat menikmati penerangan.

Ada saudara-saudara kita yang malam-malam ditemani kegelapan, bermodalkan lampu pelita.

Entah bagaimana perasaan mereka, saya tak mengerti lagi.

Setiap ganti nahkoda di bangku DPR, mereka tak pernah alpa untuk mencoblos.

Suara-suara yang sebenarnya harus di dengar, ternyata dibuang di tong sampah.

Ya, kita bicara saja daerah di kabupaten Manggarai Timur.

Masih banyak daerah isolir di kabupaten berusia muda ini.

Rasanya seperti tak berpenghuni. Mereka bersuara dalam kegelapan malam.

Saya rasa doa mereka waktu malam adalah supaya cepat pagi.

Karena keadaan itulah, saya angkat suara mereka dalam tulisan tak sempurna ini.

Tepat sekali ini malam minggu. Malam kesedihan dan kerapuhan mereka.

Dalam hening tak bersuara mereka merayakan kepedihan yang tak terbendung lagi.

Air mata jatuh, tumpah pada pelita. Sedih dan pedih menghisap bau minyak tanah. Itupun kalau ada.

Saat saya mulai membayangkan tahun-tahun sebelum masuk PLN. Jemari mengetik tulisan ini dari hati.

Spesial untuk saudara-saudara di luar sana. Luar biasa saya ucapkan.

Memang benar. Pemerintah adalah pencipta hoax terbaik.

Kalau kita dengar dulu waktu kampanye, suara dan hati mereka seperti kerasukan malaikat bukan setan.

Sampai-sampai kaki kita pun dicium. Tapi, tak apalah. Mau bagaimana lagi.

Semoga saja selarik ungkapan tulisan ini mewakili perasaan kalian di setiap malam.

Saya rasa itu saja. Semoga penerangan itu masuk menerangi daerah-daerah kalian. ***

Komentar