DALAM REDA YANG KITA SIMPAN🍁




Setelah hujan, aku temukan kita
sebagai jejak di tanah basah,
takdir yang tak sengaja tertinggal pada musim yang ragu.
Semisal kau, adalah kabut yang mencumbu dedaunan.
Lantas aku, adalah bayang di genangan—menanti langit menaruh warna.

Kita telah tahu, segala yang basah tak selamanya luruh.
Mungkin, cinta hanyalah angin yang melewati gerimis,
membisikkan janji yang samar,
namun cukup untuk kita berteduh di bawahnya.

Katamu, "segala teduh menyimpan rindu."
Maka kusebut dirimu selimut waktu,
tempat segala yang hilang
menemukan bentuknya kembali.

Aku tak meminta kita melupakan hujan
atau kenangan yang dibiarkan menyelinap di sela dingin.
Karena mungkin, itulah cinta:
menyusuri celah antara tinggal dan pergi,
antara deras dan henti.

Jika setiap rinai adalah kisah,
biarlah ia mengalir, hingga kita
tak lagi bertanya apakah reda ini akhir,
atau hanya jeda yang kita titipkan pada angin.

Untukmu,
aku sedia menunggu dalam cuaca yang bingung,
menemani kabut yang tersesat mencari pagi.
Sebab pada hujan, setelah reda
selalu ada kita,
sebagai kemungkinan yang tak pernah selesai.

Kota Komba, 2024

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Terungkap, Mahasiswi di Ruteng Gantung Diri karena Putus Cinta, Tinggalkan Wasiat dalam Buku Diary

Narasi Gelisah Pembangunan Puskesmas Mok: Gatal di Kaki Garuk di Kepala

KISAH CINTA PAULUS: SOPIR OTO KOL RUTENG-ELAR