Ayah Adalah Versi Cinta yang Sesungguhnya🌹





Setelah hujan datang dengan leluasanya, ada setetes yang tertinggal di dedaunan .

Tak jatuh walau sepoi menghantui, Si pak Tua itu berjalan menuju kebun yang menjadi kehidupannya.

Bermodalkan parang yang telah karat dan usang, ia meretas dedaunan yang mungkin saja menghalangi jalannya.

Di kebun itu ia menghidupi keluarganya, dengan segenap cinta dan kasih ia merawatnya.

Tanaman yang ada dalam kebun itu seakan bersahabat dengannya, hingga banyak sekali tumbuhan yang berbuah, Cengke dan kakao tak lupa .
Setiap pagi yang merekah serta cerah adalah Doa yang terus ia Syukuri dalam kehidupannya.

Dengan umur yang sudah menua, ia tak mematikan semangatnya.

Musim yang berganti serta hawa udara yang tak menentu adalah ilmu yang ia rasa setiap kali ia melangkah pergi.

Setiap sore seketika keringat membasahi tak lupa ia seduhkan kopi , sungguh teman yang mengakrabkan.

Nyanyian burung-burung di sore hari, membawa segala harapan baginya tuk hari esok.
Suasana di kota serasa membencinya.
Suara kendaraan yang tak henti serta udara yang sering menua semakin memberinya alasan agar Di kebunlah teman baiknya.

Rapuh oleh keadaan tak selamanya mematikan raga serta asa, semua hanya tentang waktu.

Pa Tua yang dilanda usia hanya memberinya umur bukan semangat yang menua.

Ia tak kenal lelah merawat tanamannya , menjaga adalah semboyan dan memetik hasil adalah syukuran bagi penciptanya.
Pa Tua itu berpesan, " Nak, jika sewaktu-waktu umurMu bertambah, jagalah segala yang engkau punya.

Karena usia dan waktu sama-sama memakan apa yang engkau punya".

SalamLiterasi..✍️

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Terungkap, Mahasiswi di Ruteng Gantung Diri karena Putus Cinta, Tinggalkan Wasiat dalam Buku Diary

Narasi Gelisah Pembangunan Puskesmas Mok: Gatal di Kaki Garuk di Kepala

KISAH CINTA PAULUS: SOPIR OTO KOL RUTENG-ELAR