Kilas Balik Perarakan Patung Bunda Maria Sebagai Simbol Devosi Kepada Bunda Maria
Perarakan patung Bunda Maria memiliki sejarah panjang yang bermula pada abad ke-12, saat Santo Dominikus menerima penampakan dari Bunda Maria.
Menurut Pater Fredi Jehadin, dalam penampakan tersebut, Bunda Maria menginstruksikan Santo Dominikus untuk mewartakan doa Rosario.
Bunda Maria menjanjikan bahwa segala permohonan yang disampaikan melalui doa Rosario akan dikabulkan.
Pada masa itu, banyak orang yang tidak mengakui Yesus Kristus sebagai Tuhan, sehingga Santo Dominikus menggunakan doa Rosario sebagai alat untuk memperkuat iman.
Seiring berjalannya waktu, melalui doa Rosario, Santo Dominikus berhasil menghadapi tantangan dari mereka yang tidak mempercayai Yesus, menunjukkan kekuatan dan keajaiban doa tersebut.
Pada abad ke-16, peran doa Rosario kembali terlihat dalam peristiwa penting lainnya. Pater Fredik menjelaskan bahwa pada tahun 1571, Paus Pius V mengerahkan umat Kristen di Roma untuk berdoa Rosario selama 40 hari guna menghadapi ancaman tentara Turki.
Pada tanggal 7 Oktober 1571, berkat kekuatan doa Rosario, tentara Eropa berhasil mengalahkan tentara Turki dalam Pertempuran Lepanto.
Sebagai penghormatan dan pengakuan atas peran penting doa Rosario dalam kemenangan tersebut, Paus Pius V menetapkan bulan Oktober sebagai bulan Rosario.
Selain itu, bulan Mei juga diresmikan sebagai bulan Maria. Menurut Pater Fredi, hal ini terjadi pada masa kepemimpinan Paus Pius VII, ketika terjadi peperangan di Perancis dan Paus Pius VII ditangkap oleh Napoleon.
Masyarakat kemudian dikerahkan untuk berdoa meminta bantuan Bunda Maria agar Paus Pius VII dibebaskan dari penjara.
Doa mereka terjawab pada tanggal 24 Mei 1809 ketika Paus Pius VII dibebaskan. Sejak saat itu, bulan Mei ditetapkan sebagai bulan Maria, mengingat peran penting doa dan devosi kepada Bunda Maria dalam peristiwa tersebut.
Pater Fredi juga menekankan pentingnya pelaksanaan perarakan patung Bunda Maria secara teratur. Ia menyarankan agar perarakan melibatkan partisipasi aktif umat dan dipimpin oleh pastor gereja.
Prosesi ini harus diiringi dengan lagu-lagu pujian, penggunaan lilin, dan pengaturan keamanan yang baik untuk memastikan kelancaran acara.
Selain itu, Pater Fredik berharap agar umat yang mengikuti perarakan ini mampu bertobat dan menyerahkan diri sepenuhnya, sehingga prosesi tersebut menjadi momen spiritual yang mendalam.
Keikutsertaan umat di Ruteng dalam perarakan patung Bunda Maria merupakan tradisi khidmat yang mencerminkan kebersamaan dan kerukunan.
Proses ini dimulai dengan misa khusus yang dihadiri berbagai lapisan masyarakat. Setelah misa, patung diarak mengelilingi KBG dengan doa dan nyanyian, diikuti umat dari berbagai usia dengan antusiasme.
Mereka mengenakan pakaian tradisional dan membawa lilin sebagai simbol cahaya iman. Perarakan ini mempererat persaudaraan dan menunjukkan kuatnya pengaruh tradisi Katolik dalam kehidupan masyarakat Ruteng.
Setiap tahunnya, perarakan patung Bunda Maria menunjukkan perubahan positif di kalangan umat.
Menurut Pater Fredi, semakin banyak umat yang menyadari kehadiran Bunda Maria dalam hidup mereka dan menunjukkan peningkatan penghargaan kepada Bunda Maria.
Melalui prosesi ini, umat merasakan betul bahwa mereka berjalan bersama Bunda Maria. Pater Fredik berharap bahwa devosi kepada Bunda Maria terus dipertahankan dan ditingkatkan karena sangat penting dalam memperkuat iman dan kehidupan spiritual umat.
Mama Rati, seorang umat yang aktif dalam prosesi perarakan patung Bunda Maria, mengungkapkan betapa menyentuhnya pengalaman tersebut. Ia merasa bahwa Bunda Maria benar-benar hadir di tengah-tengah mereka selama prosesi.
Perarakan ini juga berdampak positif pada kehidupan rohaninya, karena ia merasakan kehadiran nyata Bunda Maria, seperti yang pernah terjadi di Fatima.
Mama Rati berharap bahwa tradisi perarakan patung Bunda Maria ini terus dilestarikan agar anak-anak dan generasi mendatang memahami pentingnya peran Bunda Maria dalam kehidupan mereka. ***
Semoga bermanfaat🙏🙏
Komentar
Posting Komentar